TOXOPLASMOSIS

By Admin Web 15 Okt 2018, 14:51:04 WIB Artikel
TOXOPLASMOSIS

TOXOPLASMOSIS

 

A.  Pendahuluan

Toxoplasmosis adalah salah satu penyakit zoonosis yang banyak dijumpai di hampir seluruh dunia dan menyerang berbagai jenis mamalia, termasuk satwa exotics dan hewan berdarah panas lainnya. Kasus toxoplasmosis juga banyak terjadi pada manusia bahkan disebut sebagai opportunistic diseases pada immunocompromise patients. Penyakit ini mempunyai dampak ekonomis yang penting karena mampu menimbulkan penuruan produksi, gangguan pertumbuhan dan fertilitas, termasuk abortus. Biaya pengobatan yang tinggi dan penurunan kualitas sumber daya manusia merupakan kerugian lain yang juga harus dipertimbangkan.

Sampai saat ini, toxoplasmosis masih menjadi perhatian dikalangan dunia peternakan maupun kesehatan manusia. Di Indonesia, kasus toxoplasmosis pada hewan berkisar antara 6 – 70%, sedangkan pada manusi lebih tinggi, yaitu antara 43-88%. Pemahaman masa lalu yang diyakini bahwa penyakit ini hanya akan menimbulkan gejala klinis pada individu yang memiliki respon imun yang rendah, tetapi anggapan ini terbantahkan dengan adanya bukti bahwa pada individu yang immunokompeten (sistem imun dapat berespon optimal) dapat menunjukkan manifestasi klinis yang jelas. Kondisi ini dimungkinkan karena patogenitas agen penyakitnya sangat variatif dan tergantung dari klonet atau tipenya.

 

 

 

 

B.  Penyebab

Penyebab penyakit toxoplasmosis adalah Toxoplasma gondii yang bersifat parasit intraselular obligat. Nama Toxoplasma berasal dari kata toxon (bahasa Yunani) yang berarti busur (bow) yang mengacu pada bentuk sabit (crescent shape) dari takizoit. Adapun gondii berasal dari kata Ctenodactylus gondii, seekor rodensi dari Afrika utara dimana parasit tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 1908. Toxoplasma gondii termasuk anggota filum Apicomplexa, kelas Sprozoa, subkelas Coccidia, dan subordo Eimeria. Protoza ini mampu menginfeksi semua sel berinti, termasuk makrofag yang seharusnya berfungsi memfagositosis dan mengeliminasi pathogen.

 

C. Spesies Rentan

Semua spesies rentan terhadap T.gondii termasuk manusia.

 

D. Cara Penularan

Bentuk infektif dari T.gondii adalah takizoit atau tropozoit yang terdapat dalam cairan tubuh, bentuk kedua adalah bradizoit atau sista yang terdapat didalam jaringan dan bentuk ketiga adalah sporozoit yang terdapat didalam oosista. Bentuk sista banyak ditemukan pada organ, terutama otak, otot skelet dan jantung. Cacing tanah,kecoa dan tikus dapat berperan sebagai sumber penular toxoplasma tanpa kehilangan virulensinya.

Penyebaran toxoplasmosis dapat disebabkan karena pola hidup yang kurang higenis, seperti kebiasaan makan dengan tangan dan makan daging setengah matang yang mengandung sista, tertelannya oosista infektif atau infeksi transplasenta dari induk ke fetus. Penularan dapat juga terjadi melalui transfusi darah (tropozoit), transplantasi organ atau cangkok jaringan (tropozoit, sista) dan kecelakaan di laboratorium yang menyebabkan T.gondii masuk ke dalam tubuh atau tanpa sengaja masuk melalui luka. Hewan lain sebagai inang perantara seperti burung, ayam, tikus, anjing, domba, kambing dan sapi berpotensi untuk menularkan toxoplasmosis ke manusia.

   Faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya penularan pada manusia, antara lain kebiasaan makan sayuran mentah dan buah-buahan yang dicuci kurang bersih, kebiasaan makan tanpa cuci tangan terlebih dahulu, mengkonsumsi makanan dan minuman yang disajikan tanpa ditutup, sehingga membuka jalan terjadinya kontaminasi ookista.

 

E. Kejadian di Indonesia

         Dinamika kasus toxoplasmosis baik pada hewan maupun pada manusia di Indonesia cukup sulit diikuti secara tepat karena surveilen yang reguler tidak diprogramkan dengan terencana. Data yang ada saat ini memperlihatkan bahwa kasus toxoplasmosis pada hewan di Indonesia sangat bervariasi. Data-data tersebut tidak dapat digunakan sebagai bahan komparatif antar wilayah karena secara teknis epidemiologis tidak sebanding. Prevalensi toxoplasmosis pada kucing berkisar antara 5,56%-40%, pada kambing 23,5 – 60%, pada domba 32,18-71,97%, pada sapi 36,4%, pada kerbau 27,3%, pada ayam 19,6-24%, pada itik 6,1% dan pada babi 28-32%. Secara kumulatif, kasus toxoplasmosis pada manusia secara serologis diatas 40% (sangat tinggi). Laporan lain menyebutkan bahwa 60% dari pemeriksaan antibodi pada donor darah di Jakarta mengandung antibodi terhadap T. gondii.

 

F. Gejala Klinis

Gejala klinis toxoplasmosis pada manusia bersifat non spesifik atau sering kali tidak menimbulkan manifestasi klinis yang jelas. Masa inkubasi toxoplasmosis sekiatr 2-3 minggu. Gejala yang muncul merupakan gejala umum biasa, antara lain demam, pembesaran kelenjar linfe di leher bagian belakang. Apabila infeksi mengenai susunan syaraf pusat maka akan menyebabkan encephalitis (toxoplasma ceebralis akut). Parasit yang masuk ke dalam otot jantung mengakibatkan terjadinya peradangan. Adapun lesi pada mata akan mengenai khorion dan rentina sehingga menimbulkan irridosklitis dan khorioditis (toxoplasmosis ophithal mica akuta). Bayi dengan toxoplamosis kongenital akan lahir sehat tetapi dapat pula timbul gambaran eritroblastosis foetalis dan hidrop foetalis.

 

G. Pengendalian

  • Prinsip pencegahan toxoplasmosis adalah dengan memutus rantai penularan, sehingga oosista maupun sista tidak masuk ke dalam tubuh manusia maupun ternak.
  • Beberapa langkah pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
  • Mencuci tangan sebelum makan, menggunakan air dan sabun.
  • Mencuci bersih sayuran mentah, buah- buahan, dan lalapan sebelum dikonsumsi. Usahakan mencuci menggunakan air yang mengalir.
  • Berkebun sebaiknya memakai sarung tangan. Apabila terpaksa tidak memakai sarung tangan, sehabis berkebun harus mencuci tangan dengan air dan sabun.
  • Anak-anak sehabis bermain dengan pasir/tanah harus mencuci tangan dengan air dan sabun.
  • Mencegah kontaminasi makanan terhadap lalat dan kecoa. Usahakan makanan selalu ditutup.
  • Membiasakan diri selalu cuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan semua bahan yang mungkin tercemari oleh ookista (daging, buah, sayur, dll).
  • Setelah membersihkan/mencuci daging, hati, otak mentah sebaiknya mencuci tangan dengan sabun untuk menghindari kemungkinan ada trofozoit atau kista yang tertinggal pada tangan.
  • Ibu-ibu pemilik kucing yang kebetulan sedang mengandung sebaiknya jangan membersihkan tempat kotoran kucing dan jangan membersihkan daging atau jeroan yang akan dimasak.
  • Tinja kucing dibakar atau diberi antiseptic (tidak lebih dari 1-2 hari).
  • Kucing peliharaan sebaiknya diberi makanan matang, untuk memotong siklus hidup T.gondii.
  • Kepada pemilik hewan terutama kucing hendaknya memeriksakan hewanya ke dokter hewan.
  • Daging hewan yang menderita toksoplasmosis harus dimasak dengan baik hingga matang untuk membunuh parasit ini, sehingga aman untuk dikonsumsi,



Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook

View all comments

Write a comment