Scabies

By Admin Web 05 Okt 2018, 14:11:11 WIB

SCABIES

(Kudis)

 

 

A.  Pendahuluan

Scabies atau kudis adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi tungau Sarcoptes scabiei dan bersifat zoonosis. Sejauh ini dilaporkan terdapat lebih dari empat puluh spesies dari tujuh belas famili dan tujuh ordo mamalia yang dapat terserang scabies, termasuk manusia, ternak dan hewan kesayangan (pet animal) maupun hewan liar (wild animal). Angka kejadian skabies pada manusia diperkirakan mencapai tiga ratus juta orang per tahun.

Masalah scabies masih banyak ditemukan di seluruh dunia, terutama pada negara-negara berkembang dan industri. Rendahnya tingkat higenitas dan sanitasi  serta sosial ekonomi menjadi faktor pemicu terjangkitnya penyakit ini. Disamping itu, kondisi kekurangan air atau tidak adanya sarana pembersih tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesakan semakin mempermudah penularan penyakit skabies dari penderita ke yang sehat.

 

B.  Penyebab

Penyakit skabies disebabkan oleh berbagai jenis tungau atau kudis. Tungau merupakan arthropoda yang masuk dalam kelas Arachnida, sub kelas Acarina, ordo astigmata, dan famili Sarcoptidae.

Di antara jenis tungau tersebut, S.scabiei diketahui paling patogen dan memiliki cakupan inang luas. Tungau S.scabiei berwarna putih krem dan berbentuk oval yang cembung pada bagian dorsal dan pipih pada bagian ventral. Permukaan tubuhnya bersisik dan dilengkapi dengan kutikula serta banyak dijumpai garis paralel transversal. Stadium larva mempunyai tiga pasang kaki, sedangkan stadium dewasa dan nimpa memiliki empat pasang kaki yang pendek dan pipih. Betina berukuran antara (300-600)x(250-400) µm, sedangkan jantan berukuran antara (200-240)x(150-200) µm.

 

C. Siklus Hidup

Infestasi diawali dengan tungau betina atau nimfa stadium kedua yang aktif membuat liang diepidermis atau lapisan tanduk. Di liang tersebut, sarcoptes  meletakkan telurnya. Telur tersebut akan menetas dalam 3-4 hari, lalu menjadi larva berkaki 6. Dalam kurun waktu 1-2 hari larva akan berkembang menjadi nimfa stadium I dan II yang berkaki 8. Kemudian tungau akan berkembang menjadi dewasa dan mampu berkembang biak dalam 2-4 hari.

 

 

D. Spesies Rentan

Tungau Sarcoptes dapat menyerang berbagai spesies hewan, yaitu sapi, kerbau, kambing, domba, kuda, babi, anjing, kucing, kera, unta, serigala, beruang, hyena, musang, wombat, dan coyote. Nampak bahwa S.scabiei memiliki cakupan inang (host range) yang sangat luas atau dengan kata lain ia tidak memiliki spesi? tas inang. Manusia, umumnya anak-anak, dapat tertular skabies yang berasal dari hewan.

 

E. Cara Penularan

Penularan scabies terutama terjadi secara kontak, baik antar hewan piaraan, maupun antara hewan piaraan dan hewan liar yang menderita scabies. Penyakit scabies pada suatu peternakan umumnya terjadi akibat masuknya hewan penderita sub-klinis (belum terlihat gejalanya) ke peternakan tersebut, atau hewan penderita dalam stadium awal penyakit. Di samping itu, penularan dapat pula terjadi melalui alat peternakan yang tercemar tungau Sarcoptes, walaupun tungau ini hanya mampu bertahan hidup dalam waktu yang relatif singkat di luar tubuh inang.

 

F. Kejadian di Indonesia

Penyakit scabies bersifat endemis hampir di seluruh wilayah Indonesia dan menyerang berbagai jenis hewan.

  

 

 

 

 

G. Gejala Klinis

Masa inkubasi bervariasi antara 10-42 hari. Pada awal infestasi, kulit mengalami erithema, kemudian akan berlanjut dengan terbentuknya papula, vesikula dan akhimya terjadi peradangan yang diikuti oleh pembentukan eksudat karena adanya iritasi. Hewan penderita tampak gelisah karena rasa gatal, menggaruk atau menggesek tubuhnya sehingga terjadi luka dan perdarahan. Eksudat mengendap pada permukaan kulit dan terbentuk keropeng atau kerak.

Proses selanjutnya, akan terjadi keratinasi dan proliferasi yang berlebihan dari jaringan ikat sehingga menyebabkan penebalan kulit dan pengkeriputan. Perubahan ini akan mengakibatkan kerontokan bulu yang pada seluruh permukaan tubuh. Nafsu makan penderita terganggu sehingga menjadi kekurusan dan akhirnya mati karena kurang gizi (malnutrisi). Apabila pengobatan tidak dilakukan secara tuntas, maka sering terjadi infeksi sekunder akibat bakteri atau jamur sehingga timbul abses dan bau busuk. Pada hewan muda, angka kematian dapat mencapai lebih dari 50 % bila diikuti oleh infeksi sekunder.

H. Pengendalian

  • Penderita scabies dapat diobati secara langsung mengenai kulit (perendaman/dipping, disikat/brushing, penyemprotan/spraying), oral dan paranteral. Pengobatan sebaiknya diulang sampai 2-3 kali dengan interval 1-2 minggu, untuk memutuskan siklus hidup tungau.
  • Mengingat lokasi tungau Sarcoptes berada di dalam kulit, maka pengobatan agak sulit dan membutuhkan kesabaran.
  • Jaga kebersihan kandang dan lingkungannya, awasi secara cermat ternak yang masuk ke dalam peternakan, dan populasi ternak (densitas) agar disesuaikan dengan luas lahan/kandang yang tersedia, sehingga tidak terlalu padat.
  • Tindakan pengendalian yang terpenting adalah manajemen pengobatan dan penggunaan obat yang tepat, serta pengawasan yang ketat terhadap lalu lintas hewan penderita, baik klinis maupun subklinis.
  • Tindakan pemberantasan scabies pada peternakan yang bersifat intensif (pada satu pemilik peternakan) akan mudah dilakukan, yang ditunjukkan oleh banyaknya laporan keberhasilan yang sangat memuaskan
  • Hewan penderita scabies dapat dipotong dan dagingnya dapat dikonsumsi, setelah bagian kulit yang rusak dibuang atau dimusnahkan dengan pembakaran.