Penyakit Cacing Hati

By Admin Web 07 Okt 2018, 20:35:51 WIB

FASCIOLOSIS

(Penyakit Cacing Hati)

A.  Pendahuluan

Fasciolosis adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh parasit cacing trematoda Fasciola gigantica maupun F.hepatica, termasuk kelas Trematoda, ?lum Platyhelmintes dan genus Fasciola. Cacing tersebut bermigrasi dalam parenkim hati, berkembang dan menetap dalam saluran empedu. Jenis cacing Fasciola yang ada di Indonesia adalah Fasciola gigantica, dan siput yang bertindak sebagai inang antara adalah Lymnaea rubiginosa.

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah rasa sakit di daerah hati, sakit perut, diare, demam dan anemia. Pada sapi dan domba, proses terpenting adalah terjadinya ?brosis hepatis dan peradangan kronis pada saluran empedu. Selanjutnya terjadi gangguan pertumbuhan, penurunan produksi susu dan berat badan. Gejala klinis yang menonjol adalah adanya edema di rahang bawah (submandibularis) pada hewan ruminansia yang menderita fasciolosis kronis.

Di Indonesia, secara ekonomi kerugiannya dapat mencapai Rp. 513,6 milyar/ tahun. Kerugian ini dapat berupa kematian, penurunan berat badan, hilangnya karkas/hati yang rusak, hilangnya tenaga kerja, penurunan produksi susu 10-20 % dan biaya yang harus dikeluarkan untuk pengobatan.

B.  Penyebab

Fasciolosis disebabkan oleh cacing hemaprodit yang cukup besar, berbentuk seperti daun dengan kutikula berduri. Fasciola gigantica secara eksklusif terdapat di daerah tropis, berukuran 25-27x 3-12 mm. Fasciola hepatica ditemukan di daerah yang beriklim sedang dengan ukuran 20-30x10 mm. Kedua spesies cacing tersebut bersifat hematopagus/pemakan darah.

F.gigantica mempunyai pundak sempit, ujung posterior tumpul, ovarium Iebih panjang dengan banyak cabang. Sedangkan F.hepatica mempunyai pundak lebar dan ujung posterior lancip. Telur Fgigantica berukuran 160-196x90 -100 mm, dan telur F.hepatica berukuran 130-148x60-90 mm.

C.  Siklus Hidup     

Di dalam  tubuh inang utama yaitu ternak, ikan, dan manusia, cacing dewasa hidup di dalam hati dan bertelur di usus, kemudian telur keluar bersama dengan feses. Telur menetas menjadi larva dengan cilia (rambut getar) di seluruh permukaan tubuhnya (mirasidium). Larva mirasidium kemudian berenang mencari siput Lymnea.

Mirasidium akan mati bila tidak masuk ke dalam tubuh siput air tawar (Lymnea rubiginosa). Mirasidium setelah berada di dalam tubuh siput selama 2 minggu berubah menjadi sporosis. Larva tersebut mempunyai kemampuan reproduksi secara asexual dengan cara paedogenesis di dalam tubuh siput, sehinga terbentuk larva yang banyak. Selanjutnya larva sporosis melakukan paedogenesis menjadi beberapa redia, kemudian larva redia melakukan paedogenesis menjadi serkaria.   

Larva serkaria kemudian berekor menjadi metaserkaria, dan segera keluar dari siput berenang mencari tanaman yang ada di pinggir perairan misalnya rumput, tanaman padi atau tumbuhan air lainnya. Setelah menempel, metaserkaria akan membungkus diri dan menjadi kista yang dapat bertahan lama pada rumput, tanaman padi atau tumbuhan air. Apabila tumbuhan tersebut termakan oleh hewan ruminansia, maka kista tersebut dapat menembus dinding usus, kemudian masuk ke dalam hati, lalu ke saluran empedu dan menjadi dewasa dalam beberapa bulan sampai bertelur dan siklus ini terulang kembali.

D. Spesies Rentan

Spesies rentan adalah sapi, kambing, domba, babi, kelinci, gajah, kuda, anjing, kucing, keledai, kijang, jerapah, zebra, kangguru dan manusia. Pada inang yang tidak biasa, seperti manusia dan kuda, cacing Fasciola dapat ditemukan dalam paru-paru, di bawah kulit atau pada organ lain.

Hewan muda lebih rentan dibandingkan dengan hewan dewasa. Pada sapi dan kerbau umumnya bersifat kronik, sedangkan pada domba dan kambing bersifat akut. Selama cacing muda bermigrasi di dalam parenkim hati, dapat menyebabkan kematian karena adanya kegagalan fungsi hati dan terjadinya perdarahan. Dampak infeksi F.gigantica diketahui lebih berat dan lebih infektif pada kambing dibandingkan pada domba.

E. Cara Penularan

Hewan bertulang belakang terinfestasi secara tidak sengaja menelan metasarkaria yang menempel pada tumbuhan air/rumput atau air minum yang mengandung metaserkaria. Di dalam usus manusia, parasit keluar dari kista (ekskistasi) dan bermigrasi dengan menembus dinding usus dan rongga perut menuju ke hati. Selanjutnya menuju dan tinggal di dalam suran empedu. Proses pendewasaan di dalam hati atau kantung empedu memerlukan waktu 2 (dua) bulan. Telur melewati saluran empedu menuju usus dan keluar ke tanah atau air bersama dengan feses. Seluruh siklus hidup memerlukan waktu 5 (lima) bulan.

F. Gejala Klinis

  • Bentuk akut

Bentuk ini disebabkan adanya migrasi cacing muda di dalam jaringan hati, sehingga menyebabkan kerusakan jaringan hati. Ternak menjadi lemah, nafas cepat dan pendek, perut membesar dan rasa sakit.

  • Bentuk kronis

F.gigantiga mencapai dewasa 4-5 bulan setelah infestasi, gejala yang nampak adalah anemia, sehingga menyebabkan ternak lesu, lemah, nafsu makan menurun, cepat mengalami kelelahan, membrana mukosa pucat, diare dan edema di antara sudut dagu dan bawah perut, ikterus dan kematian dapat terjadi dalam waktu 1-3 bulan.

G. Pengendalian

  • Pemberian obat cacing secara periodik dan diberikan minimal 2 kali dalam 1 tahun. Pengobatan pertama dilakukan pada akhir musim hujan dengan tujuan untuk mengeliminasi migrasi cacing dewasa, sehingga selama musim kemarau ternak dalam kondisi yang baik dan juga menjaga lingkungan, terutama kolam air, agar selama musim kemarau tidak terkontaminasi oleh larva cacing. Pengobatan kedua dilakukan pada akhir musim kemarau dengan tujuan untuk mengeliminasi cacing muda yang bermigrasi ke dalam parenkim hati. Pada pengobatan kedua ini perlu dipilih obat cacing yang dapat membunuh cacing muda.
  • Dalam rangka pencegahan, perlu adanya perbaikan tata cara pemberian pakan pada ternak, yaitu dihindarkan pengambilan jerami yang berasal dari sawah dekat kandang
  • jerami tersebut harus diambil dengan pemotongan minimal 30 cm dari permukaan tanah
  • Jerami yang berasal dari sekitar pemukiman atau dekat kandang perlu dikeringkan dengan cara dijemur, minimal 3 hari di bawah sinar matahari.
  • Pemutusan siklus hidup fasciolosis dapat dilakukan dengan menghindari menggembalakan ternak pada pagi hari, sehingga ternak tidak mengkonsumsi ujung rumput yang masih basah oleh embun dan kemungkinan mengandung metaserkaria.